Kini perppu pilkada sudah dinyatakan menjadi UU setelah di setujui
DPR. Meskipun masih butuh sedikit revisi sebagai upaya perbaikan agar
menjadi UU yang paripurna. Kita tidak dibuat menunggu lama, setelah
disetujui oleh DPR, Presiden dengan kekuasaan veto-nyapun langsung
meneken dan menandatangani UU Pilkada untuk secepatnya dilakukan revisi.
Karena waktu yang diperoleh DPR bisa dibilang singkat. Panitia Kerja
(Panja) DPR langsung bergegas dan berkerja sambil mengebut dengan
limitnya waktu. Outputnya, revisi Undang Undang Pilkada oleh Panja DPR
telah menyepakati 7 (tujuh) poin krusial. Salah satu poin genting adalah
pilkada serentak yang menurut versi DPR akan dilaksanakan pada awal
2016 dan Pilkada serentak Nasional Tahun 2021. Sementara isi UU Pilkada
menyebutkan, Pilkada serentak dilkasanakan pada 2015 dan serentak
Nasional pada 2020.
Belakangan opsi DPR tersebut mulai menuai kontroversial, apakah
pilkada akan tetap di laksanakan pada 2015 atau mundur di 2016. Problem
agenda pikada serentak hingga kini masih menjadi titik krusial di tengah
kontroversi antara pemerintah dengan DPR maupun KPU.
Sejauh ini, dinamika politik soal kontroversi pilkada serentak masih
menyisahkan jalan terjal. Belum tercapai kata sepakat soal urgensi
waktu pelaksanaan pilkada serentak. Ulah institusi kekuasaan yang
bersebrangan pendapat, urusan pilkada serentak menuai problem akut tanpa
ujung. Disatu sisi Pemerintah lewat Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) lebih memilih opsi awal seperti yang sudah diatur dalam UU,
yakni Pilkada Serentak sebaiknya dilaksanakan pada 2015. Sementara lain
opsi, DPR menyepakati Pilkada serentak dimulai tahun 2016. Sedangkan
KPU memilih jalan tengah, antara siap di 2015 dan lebih siap jika
pilkada dilaksanakan pada 2016.
Siapa Diuntungkan Saat ini masyarakat Indonesia lebih menginginkan agar pelaksanaan
pilkada serentak dikemas secara lebih apik dan sangat hati-hati terutama
dari sisi kualitas pelaksanaannya agar tidak terjadi persoalan di
kemudian hari. Karena itu, perdebatan soal waktu kapan agenda
pelaksanaan pilkada serentak dilaksaakan, diserahkan sepenuhnya kepada
pemerintah dan DPR selaku lembaga yang berwenang menentukan nasib arah
demokrasi bangsa ini. Rakyat tinggal menunggu hasil baiknya dari putusan
keabsahan UU Pilkada. Meskipun dalam kontektualnya, debat kusir soal
agenda pilkada serentak masih berjalan alot dan kian merunyam baik
antara pemerintah, DPR maupun KPU.
Tahun 2016, bagi KPU adalah momentum tepat untuk menjaga kualitas
pilkada serentak jika dilaksanakan. Pasalnya tidak terkesan terburu-buru
dan tidak mengejar waktu ketimbang dihelat pada tahun 2015. Pemunduran
tersebut dinilai lebih tepat untuk menjaga kualitas penyelenggaraan
pilkada yang serentak, efektif dan efisien.
Artinya, dari sekitar 204 daerah yang sudah disiapkan sebelumnya
untuk mengikuti pilkada pada 2015, akan melonjak menjadi 304 daerah yang
nantinya akan mengikuti pelaksanaan pilkada pada 2016. Sekitar 100 daerah bertambah dengan kepala daerah yang masa
jabatannya habis di 2016. Maka ada dua manfaat penting jika pilkada
serentak digelar 2016. Pertama, penggunaan anggaran yang lebih sedikit
dan efisien. Pada titik ini pemerintah akan menghemat anggaran negara
hingga mencapai 50 %. Dan kedua, efektivitas kerja lembaga penyelenggara
pilkada.
Berbeda dengan pandangan KPU, opsi pemerintah lewat Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) justru lebih ngotot mempertahankan pilkada serentak
di laksanakan pada 2015. Pemerintah beralasan, selain mengacu pada
komitmen UU serta tidak mengganggu pesiapan pilkada dan beban APBN dan
APBD yang sudah disiapkan oleh daerah. Namun, publik masih bertanya
dengan logika berpikir pemerintah. Apa untung-ruginya bagi pemerintah
jika masih tetap komitmen mempertahankan pilkada pada 2015 yang terkesan
vested interest bagi PDIP. Analogi pemerintah bisa saja terlihat open
mind tetapi pada trus politik ada sarat kepentingan. Tak terelakan jika
kemudian publik melihatnya sebagai manuver politik PDIP yang ingin
meraih untung dalam perhelatan pilkada serentak pada 2015. Semoga dugaan
ini tidak benar, namun sadar ataupun tidak, pemerintah pada argumen
sebelumnya sudah memberi sinyal kuat bagi pagelaran pilkada serentak
lebih baik dilakasanakan pada 2016.
Tengok saja pada Desember tahun lalu, Kemendagri memiliki beberapa
pertimbangan terkait pemunduran pilkada jauh lebih baik dilaksanakan
2016. Pertama, jika pilkada dilaksanakan di 2016 maka persiapan teknis
KPU sebagai penyelenggara pemilu akan lebih baik. Kedua, pelaksanaan pilkada serentak dinilai kemendagri tidak hanya
serentak pada pemungutan suaranya saja. Tetapi seluruh rangkaian
pilkada, mulai dari persiapan hingga pelantikan. Jika dipaksakan pada
tahun 2015, keserentakan sepanjang tahun 2015 tidak tercapai. Ketiga, kemendagri mengusulkan siklus pemilu serentak dengan interval
dua tahun lebih baik. Yakni dua tahun pasca pilpres 2014. Kemudian
dilanjutkan pilkada serentak 2019, dan pilkada serentak nasional tahun
2021.
Dalam kondisi faktual, sangat tidak mungkin jika pilkada serentak di
gelar pada 2015. Mengingat, proses penyelenggaraan pilkada akan memakan
waktu yang cukup lama dan prosesnya yang begitu panjang. Mulai dari
tahap rangkaian persiapan, pelaksanaan, penetapan hingga perselisihan
suara dan pelantikan. Prediksinya bisa berujung hingga tahun 2016.
Sehingga jika mengikuti waktu normal pada 2015, maka sangat tidak
realistis pilkada serentak siap untuk dilakasanakan. Saat ini, sejumlah daerah di Indonesia sudah mulai mengemas untuk
melaksanakan pilkada serentak. Namun masih banyak juga daerah lainnya
yang dalam tahap menunggu UU Pilkada disahkan.
Pemerintah juga harus memastikan kesiapan di daerah-daerah apakah
siap menggelar pilkada di 2015 atau pada 2016. Hal ini penting untuk
mengetahui konfigurasi politik ditingkat lokal dan menimbang siapnya
APBD disetiap daerah. Jika pilkada tetap di paksakan pada 2015, maka
kekhawatiran alokasi anggaran daerah (APBD) untuk belanja pembangunan
dan infrastruktur daerah terpangkas hanya untuk membiayai pilkada. Oleh
karena itu, pemerintah harus banyak mempertimbangkan berbagai aspek
serta kultur pembangunan demi kepentingan setiap daerah.
Dalam tataran rasional, sebaiknya kepentingan politik tidak
mengorbankan kegelisahaan di daerah. Pilkada serentak adalah bagian dari
siklus bagi tumbuhnya pertaruhan politik antara rezim pemerintah dan
DPR. Tidak hanya terjadi di level daerah dalam memperebutkan posisi
kepala daerah, namun juga ditingkat pusat menjadi titik episentrum
politik dalam arus dinamika politik nasional. Perseturuan politik
terkait penetapan waktu pilkada ini memunculkan tafsir kepentingan
politik dalam babak demokrasi jilid baru di tengah revisi UU Pilkada
yang sedang digodok.
Apapun keputusannya, rakyat tetap menanti keberpihakan pemerintah
maupun DPR agar berhaluan pada kepentingan masyarakat banyak. Untuk itu,
pengesahan paripurna UU pilkada yang di jadwalkan mulai 14-17 Februari
2015 mendatang benar-benar menjamin kualitas pilkada bagi selutuh daerah
dan menjamin masa depan demokrasi Indonesia. Tanpa hadirnya celah
potensi masalah dikemudian hari, demi terwujudnya masyarakat yang adil,
aman dan demokratis.
(Sumber:http://ambonekspres.com/2015/02/11/kontroversi-pilkada-serentak/)
Tidak ada komentar: